Myspace Backgrounds

Thursday, May 31, 2007

Komplain adalah Hadiah


Saya kutipkan dari Majalah Marketing Edisi 07 tahun 2006.

Ingatlah komplain adalah gift. Pelanggan yang marah adalah pelanggan yang mencintai perusahaan Anda karena mereka sudah secara emosi terlibat dengan apa yang Anda tawarkan. Di balik komplainnya, pasti ada suatu hikmah yang dapat secara positif Anda tanggapi. Ubahlah “customers from hell” ini menjadi “heaven”. Jika keluhannya ditangani dengan tuntas, maka bukannya tidak mungkin mereka justru akan menjadi teman Anda.


Untuk dapat menangani secara tuntas dan dengan jiwa yang besar, maka Anda harus menganut sistem “penyangkalan diri”. Sekalipun tahu Anda berada pada posisi benar dan yang komplain salah, sangkallah hal itu. Sebaliknya, akuilah kalau yang komplain selalu benar dan Anda bersedia untuk tidak defensive. Dengan demikian, keikhlasan akan terbentuk dalam melayani.


Jika pelanggan yang komplain tersebut bukan termasuk target segmen Anda, apa jadinya? Layanilah dengan optimal. Tentunya tetap dalam koridor keikhlasan yang tinggi. Jika pelanggan tersebut berada pada posisi jauh di bawah kriteria target segmen Anda, maka secara natural mereka juga akan merasa diperlakukan dengan sangat istimewa karena komplainnya diperhatikan secara optimal. Namun jika mereka berada di atas kriteria target segmen Anda, maka mereka adalah “future target” dan juga menjadi “benchmark” buat perusahaan Anda, karena mereka mempunyai kriteria layanan yang lebih tinggi dari rata-rata target pelanggan yang telah Anda puaskan. Jadikan kasus ini sebagai sebuah pelajaran untuk melakukan continous improvement.


Beberapa kawan memang menyatakan bahwa itu sekedar judul saja yang diubah. Tetapi tetap saja bahwa yang mereka terima adalah keluhan dari pelanggan. Saya tetap menyatakan bahwa itu memang mungkin terjadi di sisi konsumen, tetapi tidak dalam mind seluruh anggota perusahaan. Dalam mind semua pegawai perlu ditanamkan fikiran bahwa tidak ada lagi keluhan dari pelanggan atau konsumen. Tetapi hanya ada suara konsumen yang berupa saran. Sehingga tidak ada lagi pegawai perusahaan yang mempersepsi bahwa mereka siap untuk menerima komplain.

Harusnya justru menyatakan bahwa untuk memperlakukan konsumen menjadi “raja” justru dengan menerima komplain mereka. Saya jadi teringat akan sebuah hasil survey yang menyatakan bahwa para pelanggan atau konsumen yang puas bercerita hanya kepada 5 orang teman saja. Sementara pelanggan atau konsumen yang tidak puas akan bicara kepada 9 orang teman. Betapa besar pertumbuhan jumlah orang yang tahu betapa perusahaan yang Anda pimpin tidak berhasil memenuhi kebutuhan pelanggan.


Berkaitan dengan komplain tersebut ada hasil riset yang menyatakan bahwa hanya 4% dari pelanggan atau konsumen yang tidak puas, yang akan mengajukan komplain. Jadi bila Anda melihat di beberapa Rumah Makan Padang ada tulisan “bila Anda puas beritahu teman, bila Anda tidak puas beritahu kami” memang benar-benar harus sering disampaikan kepada semua pelanggan atau konsumen. Karena hanya sedikit yang bersedia memberitahukan kepada Anda, hal-hal apa saja yang tidak memenuhi keinginan mereka.
Dengan pengandaian ada 100 konsumen tidak puas maka hanya 4 orang yang komplain kepada Anda, sementara 96 orang lain akan cerita kepada 864 orang lain dan tersebarlah berita buruk tentang perusahaan Anda. Mari kita andaikan lebih jauh bahwa pada periode yang sama ada 100 konsumen yang puas dengan layanan yang diberikan perusahaan Anda. Maka akan ada 500 orang yang tahu bahwa perusahaan Anda dapat memberikan layanan sesuai kebutuhan konsumen.


Baru pada tahap pertama saja sudah lebih banyak orang yang tahu bahwa perusahaan Anda tidak mampu memberikan layanan sesuai kebutuhan konsumen. Hanya sangat sedikit dari 864 orang tadi yang mau mencoba layanan perusahaan Anda. Tetapi mari kita bayangkan bahwa 500 orang tadi mencoba layanan perusahaan Anda dan terbagi sama banyak, 250 orang puas sedangkan 250 orang lain tidak puas. Apa yang terjadi dengan perusahaan Anda?


Karena itulah tulisan ini diawali dengan kutipan bahwa komplain adalah gift. Setiap komplain berarti mengurangi kemungkinan ada berita buruk tentang perusahaan Anda yang tersebar. Dengan demikian penyebaran berita buruk tersebut menjadi terhambat. Belum lagi bila (seperti dalam kutipan tadi) bahwa komplain tersebut dapat ditangani dengan baik, berhasil dicarikan solusi untuk memperbaiki kesalahan perusahaan Anda atau solusi untuk memuaskan keinginan konsumen atau pelanggan.

Mungkin jadi masalah bagi Anda sekarang bagaimana memperbesar jumlah 4% tadi? Sama persis dengan Rumah Makan Padang yang tadi saya kutip. Tapi bukan sekedar jargon. Saya teringat sebuah Rumah Makan Padang di Medan. Ketika saya hampir selesai makan langsung ada pelayan yang mendekati saya dengan catatan di tangan. Saya sempat berfikir buruk bahwa pelayan tersebut sudah bersiap-siap menghitung nilai makanan yang saya habiskan sehingga bisa segera ditagih saat saya selesai makan.


Ternyata tidak. Si pelayan dengan gaya yang akrab tapi cukup sopan bertanya apakah kuah gulai yang saya makan tidak terlalu pedas atau terlalu asin, kemudian disusul dua atau tiga pertanyaan lain yang berkaitan dengan kualitas makanan seperti apakah dendeng terlalu keras, dan apakah nasi terlalu basah. Hebatnya lagi, semua jawaban saya untuk pertanyaan yang dia ajukan langsung dia catat di buku catatan yang tadi dia bawa (saya jadi malu, ternyata buku itu bukan buku tagihan).


Ketika saya mengatakan bahwa kuah gulai terlalu asin dan dendeng terlalu keras, sang pelayan kemudian membawakan puding. Biar tidak terlalu berasa asin dan biar lupa kerasnya dendeng, Pak. Kata si pelayan sambil tersenyum. Saya pun tersenyum dan jelas saya tidak berani hanya cerita kuah gulai yang asin dan dendeng yang pedas saja. Setiap orang yang tanya kepada saya tentang rumah makan itu, saya ceritakan lengkap hingga puding yang disajikan dengan senyum tadi.

Jadi mengapa menunggu konsumen atau pelanggan Anda mengajukan komplain, mengapa bukan Anda yang mencari langsung dari mereka sebelum mereka bicara ke orang lain?


see article by clicking on :
http://djodiismanto.blogspot.com/


Regards,
DJODI ISMANTO
Mitsubishi Motors - Group Sumatra Berlian
From nice city of Medan





MATA KETIGA


Konon, di dunia persilatan, orang yang linuwih, atau orang yang punya kemampuan melebihi kemampuan orang kebanyakan, mampu melihat hal-hal yang tidak dapat dilihat mata orang biasa. Misalnya, mereka konon dapat melihat medan bio energi yang menyelimuti manusia, melihat makhluk-makhluk ghaib, bahkan dapat melihat peristiwa di tempat lain, ataupun peristiwa yang akan terjadi di masa depan, yang kalau dalam bahasa Jawa nya disebut "weruh sadurunge winarah".


Singkatnya, kemampuan luar biasa yang sangat membantu mereka dalam menjalani kehidupan. Tentu saja, mereka memperoleh kemampuan tadi tidak dengan cara gampang. Mereka telah menempuh berbagai latihan dan disiplin untuk membuka "mata ketiga" mereka, sehingga pandangan mereka mampu menembus hal-hal yang tidak terlihat mata biasa tadi.


Seperti halnya di dunia persilatan, di dunia usaha pun sebetulnya Anda harus memiliki "mata ketiga" untuk dapat melihat hal-hal yang tidak dapat dilihat orang kebanyakan. Bukan, maksud saya ini bukan untuk melihat makhluk ghaib, namun untuk melihat peluang-peluang usaha yang lalu-lalang di depan mata, tapi selalu luput dari pandangan mata biasa kita. Makanya kita perlu disiplin dan latihan untuk membuka "mata ketiga" kita.


Memang, ada beberapa orang tertentu yang dilahirkan dengan bakat untuk gampang melihat peluang bisnis. Namun, sesungguhnya semua orang memiliki kesempatan yang sama. Karena ada latihan-latihan sederhana yang jika Anda sering lakukan, akan membuat mata ketiga Anda semakin peka melihat peluang. Latihan yang akan saya paparkan sebaiknya Anda lakukan sendirian, dalam lingkungan yang tenang dan nyaman. Karena Anda harus banyak melakukan kerja otak, mirip-mirip mindstorming-nya Brian Tracy. Tentu, Anda perlu alat tulis untuk menuliskan latihan-latihan Anda. Berikut dua latihan yang ingin saya share:


Latihan yang pertama adalah latihan "Si Sukses". Caranya begini. Pikirkan dan tuliskan 20 benda yang ada disekitar Anda, dan kemudian di sebelahnya tuliskan minimal satu nama "si sukses", yaitu orang yang sukses menjalankan usaha terkait benda yang Anda tuliskan tadi. Bisa orang yang Anda kenal secara langsung, bisa juga tidak. Contoh: Komputer – Michael Dell (Dell); Kertas – Eka Cipta (Sinar Mas Group); Mi Instan – Anthony Salim (Indofood); Kopi – Howard Schultz (Starbuck); Kerudung – Amplas (Ekamant ); Sepatu – Edo Edward Forrer; dst. Contoh yang saya tulis adalah figur pebisnis kelas nasional dan internasional. Namun, akan lebih bagus jika Anda mengganti dengan orang yang betul-betul Anda kenal dan dekat dengan Anda.


Awalnya mungkin sulit. Kadang-kadang Anda akan sedikit "hang" memikirkan siapa orang yang pernah sukses menjual benda yang Anda tulis. Namun, lama kelamaan Anda akan semakin mudah menemukan nama si sukses. Setelah Anda berhasil dengan latihan pertama, Anda bisa melakukan beberapa variasi latihan. Misalnya, Anda menulis 20 nama makanan dan si sukses dalam bidang makanan, 20 nama benda dan si sukses dalam bidang teknologi; dan lain-lain. Benda apa yang bisa Anda tulis? Apapun, mulai dari makanan, pakaian, peralatan, apa saja yang Anda lihat atau melintas di otak Anda.


Jika Anda belum menemukan nama si sukses atas benda yang Anda tulis, skip saja dulu dan cari informasi ke teman, koran, majalah atau di internet. Karena pasti ada. Santai saja, Anda bisa mengulang latihan ini sebanyak yang Anda mau dengan variasi yang Anda sukai.


Apa makna latihan ini? Latihan ini akan membuktikan kepada Anda, bahwa untuk setiap benda yang Anda tulis, ternyata ada orang yang sukses luar biasa. Artinya, setiap benda yang Anda lihat, sebenarnya adalah prospek bisnis luar biasa yang melambai-lambai di depan mata Anda. Namun selama ini mungkin Anda abaikan, karena "mata ketiga" Anda belum terbuka.


Latihan yang kedua adalah latihan "Tantangan Satu Milyar". Dalam latihan ini Anda harus dapat menjawab tantangan: bagaimana membuat uang satu milyar rupiah, dari benda apa saja yang Anda pilih. Nama benda nya bisa Anda ambil dari salah satu yang ada di daftar latihan "si Sukses". Misalnya Anda memilih "Sepatu". Maka tantangan Anda adalah bagaimana membuat satu milyar dari benda yang bernama Sepatu ini. Ooh gampang, misalnya Sepatu nya seharga 100 ribu kalikan saja dengan 10 ribu, ketemu semilyar. Ya, tapi logika mengatakan akan sangat sulit menjual 10 ribu Sepatu dalam satu waktu. Lalu bagaimana caranya?


Caranya adalah dengan menggunakan "faktor kali". Sebagai contoh, faktor kali yang dapat Anda gunakan misalnya adalah:

  • Pertama, tentu harga produk. Misalnya adalah harga sepatu yang 100 ribu tadi.
  • Kedua, variasi produk, misalnya ada 5 jenis sepatu.
  • Ketiga, wilayah, misalnya Anda punya teman atau saudara di 4 kota, yang Anda bisa ajak memasarkan sepatu Anda
  • Keempat, reseller, misalnya di masing-masing kota, teman atau saudara Anda mengajak 5 orang rekannya untuk menjadi reseller
  • Kelima, penjualan per bulan, misalnya masing-masing reseller mendapat target menjual 10 pasang sepatu per bulan
  • Keenam, waktu, misalnya Anda berjualan selama 10 bulan

Maka, berapa uang yang Anda peroleh. Coba ambil kalkulator: 100,000 x 5 x 4 x 5 x 10 x 10 = 1000,000,000. Pas semilyar ! Selamat Anda sudah menghasilkan satu milyar. Sayangnya, baru di atas kertas, hehehe … Ya, karena latihannya baru di atas kertas, maka uang nya juga baru di atas kertas. Kalau mau uang beneran ya Anda harus take action di dunia nyata.


Anda dapat melakukan banyak variasi dari latihan ini. Misalnya ganti semilyar dengan sepuluh milyar, seratus milyar, dsb. Demikian juga dengan faktor kali nya, ciptakan faktor kali-faktor kali sendiri sesuai imajinasi Anda. Bisa Anda buktikan sendiri, semakin banyak faktor kali semakin masuk akal. Seorang reseller yang menjual 10 pasang sepatu perbulan selama sepuluh bulan, tentu lebih masuk akal dibanding menjual 10 ribu sepatu dalam satu hari.


Apa makna latihan ini? Bahwa ternyata menghasilkan satu milyar atau bahkan sepuluh milyar dari barang-barang di sekitar Anda itu sangat mungkin, jika Anda memanfaatkan faktor kali. Lakukan latihan ini sesering mungkin, sehingga setiap kali Anda melihat suatu benda, Anda bisa melihat uang satu milyar di dalamnya.


Dengan latihan-latihan tadi, insyaAllah "mata ketiga" bisnis Anda akan terbuka lebar, dan Anda bisa melihat peluang dimana-mana. ( source ; Fauzi R )

Merenggang untuk Menang




Mabok Gratis

Al kisah sebuah pulau yang indah nan subur, pantainya berpasir putih, tanamannya tumbuh subur, hasil panen pun melimpah ruah. Pulau ini memang kaya akan pesona dan hasil alamnya. Hingga penduduknya pun cantik-cantik dan ganteng.


Tampaknya pulau ini memang pulau nan menawan dan sangat menjanjikan sebagai tempat tinggal yang nyaman. Namun dibalik kesuburan ini tersimpan keresahan yang mendalam karena sudah dua tahun terakhir, di pulau ini terjadi banyak perampokan dan kejahatan yang merajarela. Semua harus berjaga di waktu malam agar terhindar dari kejahatan. Tidak ada ketenangan tinggal di pulau ini.


Sang Raja pemimpin pulau ini sangatlah risau menghadapi keadaan ini, walau sudah menambah jumlah aparat dan dana keamanan, selalu saja kejahatan berkembang lebih cepat dari upaya penanggulangannya. Hingga suatu sore dipanggilah sang perdana mentrinya untuk berunding. ”Apakah kamu ada jalan untuk mengembalikan negri kita menjadi seperti sedia kala”?


Tuan Raja, hamba sudah pelajari, ternyata sumber kejahatan dan ketidak amanan selama ini adalah banyaknya bermunculan kedai arak di setiap sudut kota hingga pelosok desa.” kata sang mentri.


Rakyat menjadi suka mabuk, tidak bekerja dan bertindak apa saja hanya untuk dapat mabuk ”.


Siapa dalang ini semua, dan mulai kapan ini terjadi ?” Seru Sang Raja.

”Mereka adalah para pedagang dari negeri seberang yang banyak berdatangan sejak dua tahun terakhir ini. Mereka dilengkapi dengan surat perjanjian perdagangan antara negeri kita dengan negri seberang, jadi kita tidak dapat mengusir mereka.” tukas Sang Mentri.


Ini masalah yang sulit, berdasarkan perjanjian dagang kedua negara, Sang Raja tidak bisa melarang para pedagang negeri seberang untuk datang dan berdagang.


Dalam kebingungannya, Sang Raja menatap kosong para pengawal yang mulai menyalakan lampu penerangan di setiap sudut ruangan. Tiba-tiba saja Sang Raja menghentakkan kakinya sambil berseru, ”Ruang ini terang karena ada api, api ini menyala karena ada lilin, tanpa lini tidak akan ada terang”.


Segera umumkan bahwa, segala bentuk minuman keras di negeri ini dapat diminum dengan Gratis untuk semua orang, tak terkecuali yang diperdagangkan di setiap toko. Semua yang melanggar atauran ini harus dihukum mati ”. Perintah Sang Raja.


Sejak diberlakukan peraturan ini maka, semua orang berebut untuk masuk ke toko arak dan minum gratis. Para pedagang arak panik, segera menutup kedainya dan berusaha mengamankan sisa araknya dan diam-diam mengangkutnya di malam hari menuju tepi pantai untuk dibawa keluar araknya kembali ke negeri seberang dengan kapal.


Belum sempat terlaksana tuntas pengungsian arak-arak tersebut, telah dikeluarkanlah lagi peraturan bahwa, menjual arak diperbolehkan dan uang hasil penjualan arak adalah hak setiap orang. Efek dari peraturan tambahan ini lebih dahsyat, mulai orang-orang miskin dan para pemabuk bersama-sama mengedor kedai-kedai arak dan mengejar pemiliknya hingga ketepi pantai untuk membagi uang dan arak kepada mereka. Mereka semua histeris ketakutan karena beringasnya masa mengejar mereka.


Ternyata di tepi pantai para tentara kerajaan sudah bersiaga menunggu, mereka langsung mencegah masa brutal yang terus mengejar para pedagang arak. Dari balik kerumunan masa muncullah Sang Perdana Mentri, para pedagang Arak langsung bersujud memohon pertolongan Sang Perdana Mentri. ”Bapak Perdana Mentri yang bijaksana, tolonglah kami”, ”Kami akan lakukan apa saja agar kami aman.


Dengan tegas Sang Mentri berkata kepada para pedagang arak
Tentara kami telah mengamankan mereka, tidak perlu takut Pulanglah kalian kerumah, kembalilah ke pekerjaanmu dengan tenang”.


Buru-buru para pedagang segera berhamburan melompat ke dalam perahu setelah berterima kasih kepada sang Sang Mentri dan menghilang di balik kelamnya senja dan tidak pernah kembali lagi untuk berdagang arak.



Pembaca yang budiman,
Dibalik kesulitan selalu ada jalan. Dengan ide yang sederhana, Sang Raja dengan elegan telah memojokkan para pedagang Arak dengan peraturan.

Dengan cara yang sederhana pula Perdana Mentri bertindak sebagai Good Man yang memberikan kelonggaran yang menyelamatkan jiwa para pendagang. Namun justru para pedagang arak merasa harus segera melarikan diri kembali ke negrinya semasa masih sempat menyelamatkan diri.

Pesan moral strategi ini.
Lawan yang benar-benar terpojok akan semakin melawan kita dengan membabi buta. Dengan sedikit mengendorkan cengkraman kita, maka lawan akan merasa beruntung dan rusak mentalnya, mereka segera berbalik ketempat aman dan melupakan semangat perlawanannya.


Kisah asli terjadi pada Can Guo (506 BC), saat aliansi pasukan Wu mengempur pasukan Chu hingga terpojok ke Qingfa. Pasukan Chu besiap berperang hingga tetes darah penghabisan dan sangat tidak mudah dibasmi.

Fu Gai adik He Lu (Raja Wu), menghentikan tindakan kakaknya agar mengendorkan serangan sementara. Pasukan Chu merasa beruntung dan segera tercerai-berai menyelamatkan diri sementara masih ada waktu.

Djodi Ismanto
Group Sumatera Berlian Motors
www.djodiismanto.blogspot.com


Bersaing atau Jadi Satu Team


Pagi sekali di sebuah pasar tradisional sudah begitu ramai orang. Walau embun belum begitu ikhlas menyiram. Pagi buta! Saat mata belum jelas memandang. Kondisi sedikit becek tak patahkan asa para pedagang sayur mayur dan aneka ragam bumbu-bumbuan. Aroma khas kesegaran pagi bercampur dengan sayuran, memberikan inspirasi tersendiri.


Dalam sedikit sesak bertabrak, berbagai suara tawar-menawar ataupun canda memecah senyap. Diantara himpitan bakul di gendongan, dan tas dalam jinjingan. Disana banyak menyimpan inspirasi untuk kehidupan. Suasana ini juga sering kita temui, dalam kondisi berbeda. Keramaian manusia yang hampir sama. Dalam bus kota berjejal, dalam kereta serasa tak berlantai karena kaki tak kuasa menjejak saking padatnya, di busway yang konon jarang macet, dalam antrian tiket bioskop, kasir-kasir mall terkemuka dengan rela antri panjang walau beli sepeser.

Situasi yang cukup berbeda namun juga ada hal yang sangat perlu kita lihat lebih dekat. Ada gejala dalam kehidupan berbegai insan. Mereka berdiri dalam persaingan, sedangkan sebagian yang lain berdiri saing sokong dalam sebuah tim yang tidak terbentuk dengan formal. Ada kekuatan persamaan, saling memberikan jalan, saling bertukar informasi, saling bantu dan rela dengan penuh keikhlasan memberikan pengorbanan.

Sesaat, kita tengok mereka yang di pasar. Si Penjual cabe, sambil membungkus dengan potongan koran kebingungan mencari uang kembalian. Dia buka plastik terpal alas dagangan, dia buka dompet lusuh kepunyaan, dia buka sebagian selendang, namun uang lima puluh ribuan terlalu besar untuk dia. Sepagi ini. Belum cukup kembalian bisa diberikan. Penjual cabe lain, mereka segera menawarkan. Berusaha layaknya Si Pembeli tadi membeli dagangannya. Dia ikut sibuk, mencari beberapa lembar ribuan dan yang ada dikeluarkan. Namun akhirnya walau mereka patungan bertiga, kembalian tetap bisa diberikan.

Tidak terfikir oleh mereka, agar belinya pindah saja ke tempat salah satu yang punya kembalian. Namun pengorbanan dilakukan demi salah satu dari mereka.
Saat diatas kereta jabotabek, rasanya nafas mau terputus, tersengal, pengab dan kaki tidak merasakan lantai kereta. Berjejal, berpijak dengan tidak pasti, kadang kaki depannya, kadang sepatu sebelahnya, sementara yang duduk hanya meringkuk pura-pura tidak melihat penderitaan lainnya. Beringsut sedikit sahaja demi yg lainnya sangatlah berat. Saat ada salah satu penumpang turun, rasanya bagai berebut emas sebesar monas. Tidak tua atau muda, laki-laki atau wanita, kecil atau sudah tua, mereka berebut tanpa kompromi. Tidak ada sedikitpun kerelaan memberikan kesempatan kepada yang lainya. Hasrat berkorban hilang sudah. Mereka menjadikan ajang persaingan.

Dalam hidup ini, sudah sepantasnya ada kalah dan menang. Namun tentu lebih indah dan pantas jika semuanya bisa menang. Dalam dua kejadian diatas, sungguh ini luar biasa, fenomena yang sangat sering kita jumpai. Di pabrik, di lembaga pemerintahan, di partai politik dan banyak lagi. Pesaing atau Tim? itu pertanyaan yang sering sekali tidak terfikir apalagi terlontarkan. Saat kita lihat Si Penjual cabe, saling bantu dalam tim mereka sangat berfikir agar segalanya menjadi indah. Satu dengan yang lainnya adalah tim. Perbedaan dianggap menjadi sebuah rahmat untuk saling melengkapi.

Namun dari sisi kisah yang lain, semua insan jadi buas. Semuanya dilihat dengan perbedaan, semuanya dijadikan medan persaingan. Mereka tidak melihat siapa disekitarnya, tetapi mereka melihat apa yang bisa didapatnya. Banyak sekali pekerja pabrik, pegawai negeri, ataupun lainnya... bersaing bahkan sebagian dengan cara tidak sehat sekalipun, tetap dilakukan.

Apakah setiap orang disekitar kita PESAING kita? apakah setiap orang disekitar kita bisa menjadi TIM kita? Tergantung bagaimana kita memandangnya. Namun akan lebih indah, jika semua menjadi Tim Kita! ( source = Jant Subiyanto )


see article on :



Tuesday, May 29, 2007

HaPe Oh HaPe


Saya sedang dalam perjalanan dengan kendaraan dinas ketika mendengar sayup sayup dari Toko pinggir jalan lagu Trio Macan yang sempat ngetop beberapa waktu lalu...” Bang SMS siapa ini Bang...bang smsnya kok pakai sayang...sayang. ..”.


Hehehe...jadi ingat pengalaman saya sendiri. Suatu hari, ketika sedang rapat, tiba-tiba ponsel saya...( atau lebih enak disebut hape saja, ya...) bergetar. Saya memang menyetelnya dengan nada silent, jadi suara tidak ada Cuma getarannya ini loooh...bikin kaget juga. Apalagi pas disimpan di saku celana panjang, apa nggak bikin kesetrum juga. Sambil mendengarkan rapat, saya intip sekilas, siapa yang mengirim SMS itu. Mana tau, ada yang penting. Tapi nomor yang tertera, tidak saya kenal.


Selesai rapat, saya buka SMSnya. Isinya begini “,
Yank...lagi ngapain ? Kangen neeeh !”. Alamak...siapa pula yang pagi-pagi begini kirim sms begitu mesranya ? Kalau istri saya, nggak mungkin lagi mengirim sms pakai ‘sayang-sayang’. Dia nggak romantis sama sekali. Dari jaman batu dulu selalu straight to the point saja. Atau sudah ada kemajuan ? Atau salah sambung ?Atau selingkuhan ? Tapi ngga/ belum punya tuh . . . .


Lalu, dengan pikiran positif, SMS itu saya jawab “,
Maaf dik/mas/mbak/ pak/bu... mohon maaf, barangkali sms-nya salah sambung. Eeeh...nggak lama, hape saya bergetar lagi. “Gitu ya, Yank ? Salah sambung gimana ? Kemaren kita khan sms-an. Becanda ya,Yank ?

Dan akhirnya setelah usut punya usut ternyata SMS itu dari ‘teman dekat’ anak saya yang ABG. Hiiiikkssss. ....Rupanya kemaren anak saya kehabisan pulsa. Dia minta ijin saya untuk mempergunakan hape saya. Biasanya sih, setelah dia SMS-an, dia akan memberi tahu temannya bahwa dia kembali ke nomor hape pribadinya. Seandainya saja istri saya membaca SMS itu sebelum saya berhasil menghapus dan mengusutnya ? Alamaaaak... .bisa pecah perang dunia ke tiga deh !!! Hehehe...


Masih cerita tentang SMS. Suatu hari saya mengirim SMS kepada seorang teman. Entah dia lagi marah sama saya, atau karena dia sedang dirundung masalah, jawabannya justru membuat hati saya sangat miris. Jawabannya begini ,”
Ass Pak Djodi...sekedar memberi tahu, hp ini sudah dijual oleh pemiliknya karena...bla bla bla....(sangat pribadi deeeh)..”

Saya tersentak. Hape teman saya dijual ? Dengan nomor personalnya ? Astagaaaa... apakah ini serius ? Sepanjang pengetahuan saya, nomor personal ponsel atau hape sekarang ini sudah terdaftar berdasarkan nama dan data pribadi, dengan berdasarkan KTP atau tanda identitas lainnya. Bagaimana mungkin kalau hape dijual bersamaan dengan nomornya ? Bagaimana dengan relasinya yang lain ? Apakah nantinya nomor itu tidak disalahgunakan oleh orang lain ?


Sebagaimana alat komunikasi yang lain, hape sebetulnya hanya sekedar alat bantu. Tapi kita tetap harus mengindahkan kaidah-kaidah komunikasi dalam mempergunakan hape ini. Kaidah yang wajib ditaati dalam komunikasi adalah :

  1. Sistem dan prosedur
  2. Etika
  3. Estetika
  4. Security atau keamanan

Dalam berkomunikasi, dengan alat bantu apa pun, seyogyanya kita tetap memperhatikan dengan siapa kita berkomunikasi, bagaimana caranya, apakah bahasa yang kita pergunakan sudah sesuai dan bisa dipahami, apakah tepat waktunya, bagaimana security atau keamanannya .


Untuk komunikasi yang formal, kaidah ini bisa dengan ketat dilaksanakan, karena ada aturan atau sistem dan prosedurnya. Mau berkomunikasi dengan pejabat misalnya, ada aturannya, ada tata bahasanya, ada unggah-ungguhnya. Dari pejabat kepada kawula umum, juga ada tata kramanya. Di dalam sistem dan prosedur juga ada image atau citra yang melekat. Jadi tidak sekedar bermanis-manis kata, tapi juga harus memperhatikan segi-segi yang mendukung citra kelembagaannya.


Untuk komunikasi informal pun tidak urung, ada kaidahnya. Seperti cerita anak saya dengan teman dekatnya itu tadi. Sepanjang mereka membatasi waktu komunikasinya, ya tidak masalah. Tapi karena teman dekatnya lupa bahwa nomor yang dipergunakan anak saya adalah nomor orang lain, akibatnya dia mengabaikan faktor security atau atau keamanannya. Demikian pula dengan teman saya, yang menjual hape dengan nomor personalnya, sungguh mengabaikan masalah security dan juga image dalam komunikasi.


Begitulah... hal yang kelihatannya sederhana. Sekedar hape. Tapi kalau kita salah memanfaatkannya, atau berlebihan dalam pemanfaatannya, akibatnya bisa runyam juga. Bagi saya sendiri, hape memang alat komunikasi pribadi. Tanpa ijin dari saya, baik anak maupun istri tidak boleh membuka atau menggunakannya. Apalagi kalau mau sekedar main games dan mendengarkan musik. No way ! Hape buat saya melebihi KTP, karena wajib dibawa ke mana pun pergi. Di dalam hape saya, selain ada nomor telepon penting, SMS yang pribadi maupun yang korporasi, juga banyak catatan-catatan saya berupa ringkasan dari berbagai ide saya yang sering muncul tiba-tiba. Ini yang paling mahal !


Oya...buat saya, hape malah lebih dari dompet. Kalau pergi ke bazar atau ke toko, kadang saya sering ketinggalan dompet. Tapi berkat hape, saya masih bisa belanja...Caranya ? Tinggal telepon teman yang berada di sekitar lokasi. Lalu ? Pinjam duit sebentar...dan setelah kembali ke kantor bisa ditransfer balik...hahaha. ..Curang ya ???

Apa pun...kembali lagi kepada kita sebagai pengguna. Dengan hape atau pun tanpa hape, kalau kita mau hidup nyaman, ya kita harus pandai-pandai menyiasati.. .kapan mempergunakan hape dengan cara yang efektif dan efisien. Toh hape hanya alat bantu. Jadi bisa kita gunakan seperlunya saja. Dan bisa kita pilih, ingin menghubungi atau dihubungi siapa saja. Kalau saya sendiri sih, mau tidak mau terpaksa harus selalu standby...24 jam sehari...dan 7 hari seminggu...Bukannya sok ngetop atau sok dicari untuk ikut pilkada...tapi gimana, yaaa ? Gitu deeeeh....hehehe. ..

Okay sahabat-sahabat. ..Selamat ber-SMS dan ber-hape ria...

Jangan bosan dan merengut dulu ya, terutama kalau terima SMS dari saya...eh ya best regards untuk Mbak Ietje atas artikelnya di Jakarta


Regards,
From nice city of Medan


BENALU MASA LALU



Lebih dari setengah persoalan kita di hari ini, rasanya habis cuma untuk mengurus masa lalu. Pengakuan Amien Rais, yang memancing reaksi serius dari Presiden, adalah salah satu di antaranya. Amien telah mengaku, itu faktanya. Bahwa memang ada jenis dana yang tidak semestinya, untuk kampanye pilpres kita. Dan itu adalah tindakan melanggar undang-undang. Tetapi apakah Amien Rais sendirian dengan kesalahannya, itulah persoalannya.


Jika dana non-budgeter Depatemen Kelautan dan Perikanan itu memang mengalir sampai jauh dan sampai meruntuhkan pilar-pilar penting Pemerintahan kita, yang katakanlah dibiayai secara keliru, betapa rapuhnya sebuah negara. Negara seperti ini cuma akan disibukkan oleh kegiatan bongkar pasang dan tidak pernah akan punya waktu untuk berpikir tentang kemajuan. Segala yang menyita urusan kita, adalah soal-soal yang di belakang.


Tetapi persolan lainnya ialah, apakah telah otomatis kita harus main lupa begitu saja kepada masa silam, cuma karena ia telah bernama masa silam. Lalu bagaimana jika rumah yang kita bangun ternyata ada cacat pondasi dan tanpa tiang seperti yang diisyaratkan. Apa boleh, ia kadangkala harus dibongkar paksa karena amat berbahaya. Mahal ongkosnya, tetapi itulah risiko ketika kita memliki tabungan banyak kekeliruan di masa silam.


Jadi bahwa rumus melupakan masa silam dan cuma berpikir ke depan, sungguh tidak berlaku di sini. Karena rumus itu biasanya dianjurkan cuma oleh para pemilik kesalahan. Jadi bagaimana mungkin jika satu pihak hanya sibuk membuat kesalahan sementara pihak lain cuma bertugas memaafkan dan cuma diminta memandang ke depan.

Tidak! Rumus inilah yang berbahaya jika ia cuma diperlakukan sepihak. Kita diminta selalu melihat ke depan, sementara selalu ada pihak yang memotong bagian belakang. Adalah celaka, jika para pemotong itu adalah pihak yang mestinya mengajari kita untuk melihat ke depan. Maka jelas sekarang, rumus yang paling kita butuhkan untuk menata masa depan itu ialah ketika kita tidak membuat kesalahan di hari ini. Bukan… bukan kesalahan, tetapi kejahatan.


Beda sekali antara salah dan jahat. Di dalam kesalahan ada kekhilafan dan ketidaktahuan. Tetapi di dalam kejahatan ada pengetahuan dan kesengajaan. Jadi niat memang sudah keliru sejak awalnya. Inilah sesungguhnya kalimat yang tepat; jika tidak ingin terganggu masa depan Anda, jangan bebuat jahat di hari ini.


Karena jelas hukumnya, tidak mudah melupakan masa silam karena ia membentuk hidup dan mutu kita di hari ini. Kita akan selalu gatal mengusutnya jika ia dibangun melulu cuma dengan keliru. Maka jika tak hendak masa silam itu dipersoalkan, hari ini jangan ditata dengan kekeliruan!


Kedua pihak yang berseteru hari Minggu kemarin sepakat telah berdamai di VIP Airport Halim PK - Jakarta, dan menyerahkan sepenuhnya persoalan tersebut ke KPK. Bagaimana kelanjutannya kita tunggu saja di kedua republik ini . . . .

Lho kok . . , iya , satu realitas di Republik Indonesia , satu lagi di republik imaginasi , Republik Mimpi Metro TV.

(source : Smart FM - Jakarta )


Regards,
DJODI ISMANTO
From nice city of Medan

Monday, May 28, 2007

JOROK ICH . . . . . . .


“...pasti banyak kumannya. Buat kamu aja....” Dua orang perempuan itu berlari meninggalkan Ulfa Dwiyanti sendirian di dalam rumah yang begitu kotor dan banyak serangga berkeliaran. Ulfa memang menjadi aikon dalam iklan ini. Ulfa bersama dua orang perempuan lain masuk ke dalam sebuah rumah. Dari adegan itu dapat diduga bahwa ketiga perempuan itu menjadi pewaris dari sebuah rumah yang besar. Ketiga perempuan itu melihat rumah yang menjadi warisan tersebut.


Dari luar rumah tersebut terlihat besar sekali. Namun sayang halaman rumah tersebut begitu kotor. Dedaunan dari pohon yang tersebar di halaman rumah itu berserakan di halaman. Ketiga perempuan itu bahkan harus melangkah cukup hati-hati. Mereka terlihat cukup khawatir terjatuh, kalau-kalau ada dahan yang jatuh melintang di halaman dan mereka tersandung dahan tersebut. Belum lagi dedaunan yang berserakan itu dapat saja ternyata memenuhi sebuah lubang yang karena dipenuhi dedaunan tidak lagi tampak nyata oleh mata, yang ketika diinjak maka kaki akan terperosok ke dalam lubang. Karena itulah mereka terlihat melangkah dengan hati-hati.


Ketika berada di dalam terlihat bahwa rumah itu bukan hanya sudah kotor karena lama ditinggal, tetapi juga sudah banyak serangga yang berkeliaran. Kebanyakan perempuan memang sering tidak bisa melihat kekotoran yang amat sangat apalagi ditambah dengan serangga (seperti kecoa) yang banyak berkeliaran. Dalam bayangan mereka itu bukanlah rumah yang layak ditinggali. Terbayang dalam benak mereka bahwa serangga yang sudah bersarang lama dalam rumah itu bisa saja mengganggu mereka ketika mereka sedang tidur nyenyak.


Tentu saja kedua perempuan itu menjadi tidak suka diberi warisan yang kotor dan meninggalkan Ulfa dan melepaskan bagian warisan mereka. Tetapi karena hafal sebuah cairan pembersih (yang menjadi produk yang diiklankan, tentu), Ulfa menerima pemberian tersebut dengan senang hati. Terbayang langsung betapa nyaman rumah besar tersebut ketika sudah berhasil dibersihkan, apalagi dengan cairan pembersih itu, semua kotoran yang mengganggu tidak akan terlalu sulit untuk dibersihkan. Memang terlalu banyak orang yang melihat sesuatu apa adanya saja.


Seperti kedua perempuan yang melihat rumah itu dari halaman yang kotor dengan dedaunan yang berserakan, dengan bayangan ada lubang yang dipenuhi dedaunan dan bisa membuat mereka terperosok. Ada juga bayangan bahwa akan ada dedahanan yang jatuh dan melintang di halaman tersebut dan dapat membuat mereka jatuh karena tersandung. Oh ya, saya salah. Mereka bukan melihat kondisi halaman apa adanya. Mereka justru sudah punya bayangan. Tetapi bayangan yang buruk. Tentang lubang yang tertutup dedaunan, tentang dahan melintang yang dapat membuat mereka jatuh tersandung.


Sehingga mereka sudah punya bayangan bahwa rumah itu sedang dalam kondisi yang sangat buruk untuk dihuni. Mereka juga bukan orang yang mau bersusah payah melakukan upaya untuk membuat rumah itu lebih nyaman. Seringkali itulah yang membuat perbedaan antara orang yang sukses dengan orang yang tidak mendapatkan apa yang dia inginkan seumur hidup.


Bayangan. Gambaran. Kedua perempuan itu membuat gambaran buruk dalam kepala mereka masing-masing atas apa yang mereka lihat saat itu. Gambaran yang buruk. Berbeda dengan Ulfa, dia melihat gambaran sebuah rumah besar, bersih dan nyaman dengan halaman yang indah. Gambaran yang baik. Mengapa bisa terjadi begitu? Bukankah dia juga perempuan yang kebanyakan tidak suka melihat sesuatu yang jorok. Memang mungkin saja begitu. Perbedaan lainnya adalah bahwa dia melihat sesuatu akan menjadi lebih nyaman ketika sudah dibersihkan dan dia tidak merasa keberatan bila harus membersihkan terlebih dahulu. Perbedaan berikut adalah bahwa Ulfa sangat kenal dengan cairan pembersih yang sangat kuat untuk membersihkan semua kotoran yang ada. Sehingga tidak ada masalah bahwa rumah itu terlalu kotor dan terlihat tidak nyaman untuk ditempati.


Ada empat perbedaan.

Pertama, gambaran yang jelas seperti apa hal yang akan didapat setelah usaha untuk mencapainya berhasil dilakukan.

Ke dua, kesediaan untuk melakukan upaya mencapai tujuan yang akan diraih.

Ke tiga, punya pengetahuan tentang cara dan alat untuk mencapai tujuan.

Ke empat, kesabaran untuk terus berusaha hingga tujuan dapat diraih. Tidak banyak orang yang memiliki sekaligus empat hal yang membuat perbedaan antara orang sukses dan orang yang tidak berhasil meraih hal yang diinginkan.


Beberapa orang tidak memiliki dua atau tiga dari empat hal tersebut. Kebanyakan tidak memiliki salah satu dari empat hal tersebut. Namun yang paling banyak adalah orang-orang yang tidak memiliki hal yang ke empat; kesabaran.

Seorang tua yang memiliki kesabaran untuk menawarkan resep ayam goreng yang dia sukai hingga ribuan kali untuk akhirnya mengembangkan Kentucky Fried Chicken.

John Grisham menawarkan novel perdananya; A Time to Kill hingga puluhan kali sebelum diterbitkan dan akhirnya menjadi novelis yang buku-buku karyanya terjual laris.

Tiger Wood terus-menerus berlatih golf sejak usia delapan tahun. Ray Kroch menawarkan berkali-kali kepada kakak beradik McDonalds hingga mendapatkan sebuah sistem pelayanan yang sangat baik dan dapat dijadikan waralaba yang membuka satu outlet baru di seluruh penjuru dunia setiap tiga belas jam. Kesabaran. Hanya itu? Tidak!

Semua itu dilandasi oleh keyakinan bahwa usaha mereka akan berhasil. Berhasil dengan baik dan square one, keyakinan itu didasarkan pada kemampuan melihat gambaran tentang kenikmatan yang akan didapat ketika semua usaha telah berhasil dilakukan.

Tepat seperti pedagang Spanyol (dipimpin oleh Antonio Armijo) yang pertama melintasi Gurun Pasir Mojave dan menamakan wilayah itu sebagai vega (dari Bahasa Spanyol yang berarti lapangan) serta pedagang Mexico yang mengembangkan wilayah itu menjadi tempat tinggal dan tempat berusaha dan kemudian terus berkembang menjadi pusat keramaian terbesar di seluruh dunia. Jadi, kapan Anda akan mengembangkan kemampuan untuk melihat gambaran?


Goresan di Pintu Jaguar


Suatu ketika, tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap. Kini, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar.


Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu. Tiba-tiba, dia melihat sesuatu yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak itu yang tampak melintas. Aah..., ternyata, ada sebuah batu yang menimpa Jaguar itu. Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang. Cittt.... ditekannya rem mobil kuat-kuat.


Dengan geram, dimundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu dilemparkan. Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati. Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Ditariknya seorang anak yang paling dekat, dan dipojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.

"Apa yang telah kau lakukan!!! Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!! Lihat goresan itu", teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu.
"Kamu tentu paham, mobil baru semacam itu akan butuh banyak ongkos di bengkel kalau sampai tergores," ujarnya lagi dengan geram, tampak ingin memukul anak itu.
Sang anak tampak ketakutan, dan berusaha meminta maaf.
"Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa." Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun. "Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti...."


Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi.
"Itu di sana, ada kakakku. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Aku tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat. Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan.."
Kini, ia mulai terisak. Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu. "Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda? Tolonglah, kakakku terluka, tapi dia terlalu berat untukku."


Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam. Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera, diangkatnya anak yang cacat itu menuju kursi rodanya. Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut anak itu. Memar dan tergores, sama seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya. Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja. "Terima kasih, dan semoga Tuhan membalas perbuatanmu. "Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka.


Mata pengusaha itu terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka. Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Disusurinya jalan itu dengan lambat, sambil merenungkan kejadian yang baru saja di lewatinya. Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele. Namun, ia memilih untuk tak menghapus goresan itu. Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini.


Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat: "Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu." Memang sangat nyaman ketika kita memiliki sesuatu atau banyak hal untuk mendukung kebutuhan hidup kita. Sangat pantas bila kita hidup dengan semua hal yang mampu kita sediakan untuk membuat hidup kita nyaman. Terlebih lagi bila semua itu kita dapatkan dengan cara-cara yang baik, halal dan tidak sampai menjatuhkan atau membuat sengsara orang lain. Semua juga tahu, untuk kenyamanan hiduplah kita terus-menerus berusaha menjadi lebih baik, lebih bermutu dan lebih kaya. Tetapi kekayaan kita menjadi tidak ada artinya ketika kita terlalu sibuk ’melaju di jalur cepat’ kehidupan yang nyaman. Menjadi sukses dan kaya memang hak kita. Tidak ada yang bisa merendahkan semangat kita untuk mendapatkan kesuksesan.


Namun, selalu ada orang lain di sekitar kita yang membutuhkan bantuan. Mungkin bantuan berupa uang, bantuan berupa pekerjaan yang dapat memberikan penghasilan yang layak, atau sekadar bantuan untuk mengangkat kembali tubuh mereka ke atas kursi roda agar mereka dapat bergerak kembali. Tetapi tetap saja ada yang butuh bantuan dan sangat tergantung kerelaan dan kemampuan kita untuk memberikan bantuan tersebut. Tetapi, ketika kita memang mampu memberikan bantuan, apakah kita tidak rela memberi? Begitu pula ketika terjadi sebuah konflik dengan pihak lain. Jauh lebih penting untuk menyelesaikan konflik cukup sampai tidak saling merugikan masing-masing pihak.


Kerugian apapun yang kita derita sekarang, karena konflik itu, jauh lebih parah bila kita melakukan tindakan yang menambah musuh. Padahal konflik dapat diselesaikan dengan meminimalisir kerugian di masing-masing pihak, tetapi bila kita terus mengobarkan konflik, maka akan ada pihak-pihak lain di luar lawan konflik kita yang semula, menjadi merasa dirugikan dan itu berarti kita sedang menambah musuh. Padahal, setiap agama (karena saya yakin sekali, saya dan Anda adalah orang yang beragama) mengajarkan untuk segera mencari solusi menyelesaikan konflik. Tanpa harus menambah masalah apalagi bila sampai menambah musuh. Tuhan, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita. Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya. Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan, memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas.

Teman, kadang memang, ada yang akan "melemparkan batu" buat kita agar kita mau dan bisa berhenti sejenak. Semuanya terserah pada kita. Mendengar bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya, atau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita.


JALUR KERETA


Sekelompok anak kecil sedang bermain di dekat dua jalur kereta api. Jalur yang pertama adalah jalur aktif (masih sering dilewati KA), sementara jalur kedua sudah tidak aktif. Hanya seorang anak yang bermain di jalur yang tidak aktif (tidak pernah lagi dilewati KA), sementara lainnya bermain di jalur KA yang masih aktif.


Tiba-tiba terlihat ada kereta api yang mendekat dengan kecepatan tinggi. Kebetulan Anda berada di depan panel persimpangan yang mengatur arah KA tersebut. Apakah Anda akan memindahkan arah KA tersebut ke jalur yang sudah tidak aktif dan menyelamatkan sebagian besar anak kecil yang sedang bermain. Namun hal ini berarti Anda mengorbankan seorang anak yang sedang bermain di jalur KA yang tidak aktif. Atau Anda akan membiarkan kereta tersebut tetap berada di jalur yang seharusnya?


Mari berhenti sejenak dan berpikir keputusan apa yang sebaiknya kita ambil.


Sebagian besar orang akan memilih untuk memindahkan arah kereta dan hanya mengorbankan jiwa seorang anak. Anda mungkin memiliki pilihan yang sama karena dengan menyelamatkan sebagian besar anak dan hanya kehilangan seorang anak adalah sebuah keputusan yang rasional dan dapat disyahkan baik secara moral maupun emosional.


Namun sadarkah Anda bahwa anak yang memilih untuk bermain di jalur KA yang sudah tidak aktif, berada di pihak yang benar karena telah memilih untuk bermain di tempat yang aman? Di samping itu, dia harus dikorbankan justru karena kecerobohan teman-temannya yang bermain di tempat berbahaya.


Dilema semacam ini terjadi di sekitar kita setiap hari. Di kantor, di masyarakat, di dunia politik dan terutama dalam kehidupan demokrasi, pihak minoritas harus dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Tidak peduli betapa bodoh dan cerobohnya pihak mayoritas tersebut. Nyawa seorang anak yang memilih untuk tidak bermain bersama teman-temannya di jalur KA yang berbahaya telah dikesampingkan. Dan bahkan mungkin tidak kita tidak akan menyesalkan kejadian tersebut.


Seorang teman berpendapat bahwa dia tidak akan mengubah arah laju kereta karena dia percaya anak-anak yang bermain di jalur KA yang masih aktif sangat sadar bahwa jalur tersebut masih aktif. Akibatnya mereka akan segera lari ketika mendengar suara kereta mendekat. Jika arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka seorang anak yang sedang bermain di jalur tersebut pasti akan tewas karena dia tidak pernah berpikir bahwa kereta akan menuju jalur tersebut. Di samping itu, alasan sebuah jalur KA dinonaktifkan kemungkinan karena jalur tersebut sudah tidak aman. Bila arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka kita telah membahayakan nyawa seluruh penumpang di dalam kereta. Dan mungkin langkah yang telah ditempuh untuk menyelamatkan sekumpulan anak
dengan mengorbankan seorang anak, akan mengorbankan lagi ratusan nyawa penumpang di kereta tersebut.


Kita
harus sadar bahwa HIDUP penuh dengan keputusan sulit yang harus dibuat. Dan mungkin kita tidak akan menyadari bahwa sebuah keputusan yang cepat tidak selalu menjadi keputusan yang benar. "Ingatlah bahwa sesuatu yang benar tidak selalu populer dan sesuatu yang populer tidak selalu benar".

see my articles by clicking on :http://djodiismanto.blogspot.com/


Regards,
From nice city of Medan




PENYU ATAU AYAM ?


Week end akhir bulan Juni ini saya pergunakan untuk berliburan dan rekreasi ke suatu tempat wisata pantai disebelah timur kota Medan yang berjarak kurang lebih 25 km dari pusat kota.


Jalan menuju kesana sangat bagus dan mulus dengan pemandangan alami hamparan pohon kelapa sawit di sebelah kiri dan kanan jalan.

Ada 3 lokasi pantai yang umumnya sering didatangi wisatawan , pantai Binaria , pantai Gudang Garam dan pantai Cermin dengan lokasi yang relatif berdekatan , namun karena pertimbangan kelengkapan sarana dan fasilitas , saya pilih pantai terakhir , karena infrastrukturnya tidak kalah dengan Ancol nya Jakarta, terbukti dengan dibangunnya fasilitas Funland dan Resort Hotel oleh investor Malaysia.


Singkat cerita , tak sedetikpun waktu yang diluangkan disana , setelah menonton sunset dan makan malam , menjelang tengah malam saya menyempatkan diri menyusuri tepi pantai menikmati deburan ombak selat Malaka dan kilauan sang bintang.

Hingga disuatu tempat yang tampak sepi , saya baru tersadar sudah berjalan terlalu jauh , dan memutuskan untuk kembali , nah pada saat itulah kira – kira 10 meter dari saya ada kira – kira 3 orang mengendap – endap mendekati.


Wah . . .! Habis deh saya , demikan pikiran dalam hati , teringat di saku masih membawa dompet dengan uang cash , serta sejumlah barang ,HP serta jam dan lainnya. Makin “panas – dingin “ lah saya , karena masing – masing mereka menyandang parang di pinggangnya. Saat itu yang terlintas dipikiran saya hanya nama Tuhan dan saya dalam tekanan psikologis non judgement “ Malang atau Beruntung , Aku tidak tahu “ seperti kata orang bijak.


“Dik , kesini sebentar
“ salah seorang berkata sambil menarik tangan kanan saya dan mengajak saya berjongkok , keringat dingin makin mengalir deras mengingat cengkraman tangannya yang kuat di pergelangan tangan saya.


Namun sungguh diluar dugaan , kemudian dengan ramah ia memperkenalkan diri sebagai Haris Nasution , Kepling di daerah itu , Kepling di Medan adalah singkatan dari Kepala Lingkungan , setara dengan ketua RW ( Rukun Warga ) atau Lurah untuk istilah di Jakarta.


Rupanya saya salah masuk ke wilayah konservasi dan pembiakan penyu laut di pantai tersebut , mereka ternyata sedang mengamati seekor penyu yang hendak bertelur , kesempatan langka ini tidak saya sia – sia kan ketika mereka menawarkan untuk ikut mengamati ,kehadiran saya tadi dikhawatirkan menganggu sang penyu.


Dan benar saja , dari kejauhan terlihat seekor penyu besar muncul dari laut , dengan yakin walaupun lambat merayap menuju pantai , kira – kira 50 meter dari garis pantai ia berhenti dan mulai menggali pasir dengan kedua kaki belakangnya.


Haris Nasution menginformasikan saya , bahwa sang penyu menghabiskan jarak ratusan bahkan ribuan mil dari tempat asalnya , dengan resiko ditangkap nelayan , dimangsa ikan hiu sampai tewas dengan tubuh hancur tersambar baling – baling kapal hanya untuk datang bertelur dipantai tersebut.


Tak lama kemudian lubang yang dibuat penyu tercipta , ia mulai bertelur , takjub dan kagum persaaan saya menjadi satu , ratusan telur meluncur deras dari sang penyu , sementara Pak Kepling mengajak saya untuk memegang dan mengelus sang Penyu.


Sangat luar biasa ! Walaupun “ diganggu “ oleh elusan tangan saya dipunggung dan kepalanya , namun si penyu tak sedikitpun merasa terganggu , terus saja dalam keasyikannya bertelur.


Selesai ia “memuntahkan” semua isi perutnya , sang penyu segera menutup lubang tersebut , dan kembali “ mempersiapkan “ perjalanan ratusan milnya dengan segala resikonya tanpa ada jaminan dapat kembali kepantai tersebut dengan selamat tahun berikutnya hanya untuk memberikan hasil yang terbaik bagi orang lain dan keturunannya.


Dengan parang yang tadinya saya pikir untuk “ menghabisi “ saya , Pak Kepling dkk , segera menggali pasir dengan hati - hati, sebagian besar dari ratusan telur itu dipindahkan untuk ditetaskan , sebagian dijual untuk biaya operasional dan 5 butir diberikan sebagai oleh – oleh buat saya , yang akhirnya dengan segala hormat saya kembalikan lagi untuk “ titip “ ditetaskan.


Dengan harapan jika nanti sang telur menetas dan besar , saya , anak , kerabat atau rekan – rekan pembaca sekalian mudah – mudahan dapat menyaksikan “ 5 penyu milik “ saya bertelur jika nanti anda kelak berkunjung ke pantai tersebut.


Sebagai manusia “ perjalanan kita “ hampir sama , mengarungi “ samudra “ kehidupan dengan segala resiko , tantangan dan hambatan yang tidak kalah hebatnya tanpa ada jaminan untuk mencapai tepian “ pantai kesuksesan”.

Sikap tanpa pamrih sang penyu adalah salah satu contoh bagaimana kita berkontribusi dan berkarya secara diam – diam tanpa pamrih sekalipun banyak “ gangguan “ disekitar kita demi menghasilkan sesuatu yang sangat berguna bagi orang lain dan keturunan.


Coba bandingkan dengan ayam , jika ingin bertelur ia akan berkotek keras – keras sepanjang hari , seolah memberitahukan seluruh penghuni hutan dan kampung bahwa ia kan akan berkarya , yang kemudian ternyata cuma bertelur satu butir dan mungkin cuma kecil bentuknya.

Dan jikapun “diganggu” saat bertelur , ayam akan mengurungkan niatnya / ngambek untuk menghasilkan telur ( baca : berkarya ).


Jadi dalam kehidupan dan berkarya ini philosofi mana yang anda pakai Penyu atau Ayam ?


Special thanks and regards to Mr. Haris Nasution & friends in Cermin beach , Serdang Bedagai , Medan


DJODI ISMANTO

Mitsubishi Motors – Group
Sumatra Berlian
From nice city of
Medan

Saturday, May 26, 2007

MURAH - MERIAH - MERIANG . . . . . . .


Siapa yang tidak mau barang murah? Tentu semua orang mau. Pembeli pasti mencari produk atau jasa dengan harga yang paling murah. Mungkin karena logika tadi, penjual sering menerapkan strategi "jual murah" untuk memenangkan kompetisi. Banting harga. Jual dengan margin sekecil mungkin, demi memenangkan persaingan. Strategi ini yang sering digunakan terutama oleh para pendatang baru supaya eksis di market. Termasuk saya, adalah orang yang sering menerapkan strategi ini ketika harus bersaing dengan para raksasa. Tapi betulkah strategi ini efektif? Hehehe … jujur saja menurut pengalaman saya tidak.

Dalam jangka pendek, memang harga yang murah dapat membuat produk atau jasa kita kompetitif, namun dalam jangka panjang ternyata lebih banyak bikin Anda meriang. Ada beberapa alasan mengapa secara jangka panjang, strategi harga rendah bukanlah penentu kemenangan:


Pertama: Faktor kepercayaan.
Harga yang murah biasanya diikuti dengan pertanyaan: bagaimana kualitasnya? Ya, produk murah yang tidak diikuti dengan kualitas yang baik, malah biasanya dihindari pelanggan. Karena bagaimanapun, pelanggan membeli suatu produk atau jasa, dengan harapan memperoleh manfaat tertentu. Jika harga yang murah tadi tidak disertai dengan manfaat minimal yang seharusnya diperoleh, maka pelanggan akan kapok. Contoh sederhananya, dulu saya pernah tertipu membeli durian di tukang buah keliling yang harganya murah sekali. Ternyata setelah dibuka, tidak lebih dari setengahnya yang enak dimakan. Setelah itu saya hanya mau membeli durian di toko buah yang terpercaya.


Di industri jasa yang saya tekuni juga demikian. Perusahaan-perusahaan besar umumnya kurang percaya dengan perusahaan yang menawarkan produk dan jasa nya dengan harga murah. Diantaranya terkait dengan factor kepercayaan tadi. Saya pernah menawarkan produk kendaraan untuk perbankan dengan harga yang lebih murah dibanding vendor lain, namun justru tidak dipilih karena menurut mereka tidak masuk akal kendaraan tersebut tadi bisa semurah itu. Rupanya saya amati pelanggan korporasi yang besar umumnya tidak memiliki kepercayaan pada jenis kendaraan otomotif dengan harga murah.


Kedua: Kelangsungan usaha Anda.
Sebetulnya banyak faktor yang menjadi komponen dalam penentuan harga. Diantaranya aspek biaya untuk pengembangan dan mempertahankan usaha. Saya sering menerima keluhan dari rekan2 saya sesama pebisnis otomotif soal tidak kompetitifnya para pebisnis otomotif di Indonesia dibanding rekan2 nya dari negara lain. Padahal dari segi harga sudah banting2an. Tetap saja otomotif jenis impor lebih laku. Padahal ini pertempuran di kandang sendiri.


Kenapa bisa terjadi? Sebagian besar disebabkan kesalahan strategi harga yg selama ini dilakukan. Teman-teman saya kebanyakan terlanjur "jual murah" jasa mereka. Dampaknya adalah, mereka sendiri akhirnya hanya bisa memperoleh profit sekedar untuk bertahan hidup. Jadi jangan tanya soal melakukan research & development atau melakukan peningkatan pengetahuan. Akhirnya pengetahuannya stagnant, tidak ada improvement, kualitas delivery nya buruk, dan kelangsungan usaha nya tidak terjamin. Jadi bagaimana mau tetap kompetitif dan sustainable?


Ketiga: Memicu perang harga.
Sekali Anda melakukan strategi banting harga, maka pesaing Anda akan melakukan hal yang sama. Dan ketika sebagian besar pesaing sudah menjual harga di bawah harga Anda, maka Anda akan terpaksa membanting harga lagi, dan seterusnya hingga menjadi pusaran yang menyedot Anda dan pesaing2 Anda untuk sama-sama kandas ke dasar. Siapa yang diuntungkan? Pelanggan? Tidak. Tidak ada yang diuntungkan. Bahkan pelanggan pun akan rugi jika para penyedia produk dan jasa yang mereka perlukan ambruk satu demi satu.


Banyak pendatang baru dalam bisnis mengira bahwa mereka pasti akan menang dalam perang harga dibanding pesaing2 yang sudah raksasa. Kenyataannya adalah sebaliknya. Para raksasa tadi lebih siap untuk melakukan perang harga dibanding Anda. Mereka punya infrastruktur yang lebih siap, jaringan yang lebih luas, supplier yang lebih murah dan akomodatif, dsb. Mereka bisa memenangkan perang harga dengan sekali tepuk. Jadi jangan coba-coba membangungkan raksasa tidur.


Alternatif


Strategi menekan harga harus Anda tempatkan pada konteks nya. Sebagai bagian dari taktik mungkin OK dilakukan pada waktu tertentu. Namun jika konteksnya adalah untuk menjadi kompetitif, ada banyak alternatif yang tidak akan menyakiti bottom-line Anda. Banyak metode yang mungkin Anda pernah dengar. Diantaranya menurut saya yang cukup efektif adalah:


Jadikan eksklusif.
Jika produk atau jasa Anda menjadi eksklusif, maka persaingan harga menjadi tidak relevan. Orang akan loyal dan mau membayar lebih mahal untuk eksklusivitas. Jangan jadikan produk atau jasa Anda menjadi produk komoditas yang mudah dipermainkan naik turunnya harga.

Caranya bagaimana, terserah kreatifitas Anda. Kadang-kadang bukan sesuatu yang luar biasa. Di Solo dulu ada penjual nasi liwet yang hanya berjualan tengah malam. Antreannya jangan tanya. Orang rela bangun dan pergi malam-malam untuk makan nasi liwet tadi. Lho kenapa gak buka siang atau sore saja? Itulah, yang buka siang atau sore sudah banyak.


Berikan nilai tambah.
Pelanggan tidak akan terlalu membandingkan harga jika mereka memperoleh banyak nilai tambah dengan menggunakan produk atau jasa Anda. Tentu Anda harus pastikan nilai tambah yang Anda berikan tidak memiliki komponen biaya tinggi. Misalnya, dalam negosiasi penjualan kendaraan otomotif , Anda dapat menawarkan service gratis atau pelatihan gratis, plus layanan dukungan oli gratis setahun, daripada misalnya menurunkan harga,.

Tentu setelah berhitung, bahwa bagaimanapun hal2 tadi toh akan mengeluarkan biaya karena harus Anda kerjakan sewaktu implementasi.


Evaluasi produk atau pelanggan berbiaya tinggi.
Ya, bisa jadi selama ini keuntungan Anda terhisap oleh pelanggan atau produk tertentu yang berbiaya tinggi. Pelanggan yang over demanding, tapi nilai transaksinya kecil, harus Anda evaluasi. Jika dapat nilai transaksinya di perbesar, jika tidak sebaiknya Anda tinggalkan dan gunakan resources Anda untuk melayani pelanggan yang lebih produktif. Demikian juga produk. Barangkali ada beberapa produk tertentu yang untuk mendelivernya memakan cost cukup besar, namun kontribusinya terhadap penjualan tidak signifikan. Ini wajib di evaluasi.

Demikian beberapa kiat yang bisa Anda coba. Apalagi kalau Anda termasuk penjual yang gampang jual murah. Anda wajib hati-hati. Bisa-bisa strategi jual murah Anda bukan membuat usaha Anda makin meriah, namun justru dibelakang hari bikin Anda meriang.

soure : Fauzirahmanto.

see other nice article by clicking :http://djodiismanto.blogspot.com/


Regards,
DJODI ISMANTO
From nice city of Medan

Friday, May 25, 2007

Pelajaran dari Mr.Wolfowitz


Paul Wolfowitz, nama ini sungguh dekat dengan Indonesia karena ia pernah menjadi duta besar Amerika untuk Indonesia. Setelahnya ia menjadi Wakil Menteri Pertahanan Amerika dan terakhir, ia menjadi Presiden Bank Dunia. Di posisi terakhirnya inilah ia membuat keputusan yang membuat karirnya, karier yang oleh Preisden Bush, pihak yang amat membelanya itu, dianggap cemerlang, meredup seketika. Ia memindahkan staf Bank Dunia, Shaha Ali Reza, dengan menaikkan gajinya pula. Dan wanita itu, tak lain adalah kekasihnya sendiri. Keputusan ini segera mendatangkan badai kritik pada Wolfowitz. Dan ia terpaksa mundur dari jabatan dengan gaji sekitar Rp 2,7 milyar setahun itu.


Kita tidak paham liku-liku aturan dan etika Bank Dunia. Kita tidak berani memastikan apakah keputusan Wolwofitz memindahkan pacarnya sambil menaikkan gajinya itu benar atau keliru. Tapi kita pasti tahu satu hal, Bahwa Shaha itu adalah kekasih tokoh ini dan ia dipindah dengan kenaikan gaji, yang konon melebih batas sewajarnya.


Celakanya, dunia ini tidak membutuhkan cuma soal benar dan salah, tetapi juga pantas dan tidak pantas, etis dan tidak etis. Kepantasan dan ketidak pantasan itu, etis dan tidak etis itu, memang bisa molor bisa mengkeret ukurannya. Rumusannya bisa panjang untuk diperdebatkan. Tetapi sebetulnya ia sesuatu yang begitu jelasnya. Etika, sesunguhnya mirip kebenaran dan kejujuran. Ia abstrak tapi mudah untuk dirasa. Tidak perlu kecerdasan tinggi bagi seseorang untuk merasakan kebenaran sebagai kebenaran.


Maka pantas dan tidak pantas itu ukuran ada di dalam diri sendiri. Keputrusan Wolfowitz itu, dianggap mengganggu azas kepantasan ini, dan ternyata azas yang abstrak itu, juga ada di dalam hati masyarakat dunia yang paling maju sekalipun. Sama sekali tidak terlintas di benak kita. Kerier seorang yang pernah dianggap cemerlang itu bisa terancam, cuma oleh soal pantas dan tidak pantas. Dan seberapapun sengit Wolfowitz membela keputusannya, kabar itu sudah merebak di seluruh dunia sebagai sebuah insiden etika. Menteri pembangunan Jerman malah berkomentar tegas soal ini. Katanya; ''Wolfowitz akan mengerjakan yang terbaik bagi Bank Dunia jika ia berhenti dari jabatannya!''


Azas peka terhadap kepantasan inilah yang harus dikenakan bagi bangsa Indonesia, termasuk para petinggi dan orang-orang kayanya, baik yang kaya karena kerja karena kerja keras, maupun karena menjarah harta negara. Apakah pantas, jika kerusakan lingkungan di daerah hilir, ternyata juga disumbang oleh rusaknya daerah resapan yang antara lain karena banyaknya vila-vila liar, dengan para pejabat sebagai pemiliknya. Kepantasan, akan membawa karma, jika Indonesia tidak segera peka kepadanya!